السَّلاَمُ
عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
﷽
الحمد لله رب العالمين وبه نستعين وعلى امورالدّ نيا والدين، و الصّلاة والسّلام على رسول الله
محمّد ابن عبد الله و على اله وصحبه أجمعين (أَمَّا بَعْدُ)
Kepada Yang Terhormat para hadirin terutama dewan juri yang berbahagia. Kami disini akan mengalunkan sebuah cerita tentang tokoh KH. Abdurrohman Wahid atau yang sering disapa Gus Dur.
Gitu saja kok repot! Sebuah jargon yang tidak akan terlupakan dari hati dan pikiran, bukan saja oleh warga Nahdliyin tetapi juga oleh seluruh bangsa Indonesia. Jargon tersebut tercipta dari ucapan sederhana seorang negarawan, ulama’, budayawan, pejuang demokrasi, dan tokoh kemanusiaan yang bernama Gus Dur.
Beliau dilahirkan dengan nama Abdurrahman
Ad-Dakhil di Jombang, Jawa Timur pada tanggal 07 September tahun 1940 dari
seorang ibu yang bernama Hj. Sholehah dan ayah beliau bernama KH. Abdul Wahid
Hasyim, Menteri Agama Republik Indonesia yang pertama.
Beliau mempunyai dua kakek yang merupakan
tokoh-tokoh pendiri Nahdlatul Ulama yaitu KH. Hasyim Asy’ari dari garis
keturunan ayah, dan KH. Bisri Syansuri dari garis keturunan ibu.
Gus Dur menghabiskan
masa kecil dan remajanya dalam pendidikan pesantren, yang dikemudian hari akan
membentuk karakter dan pandangan tentang Islam yang mendalam di masa dewasa.
Adapun pesantren-pesantren tersebut adalah Pesantren Tegalrejo, Magelang, Jawa
Tengah dan Pesantren Tambak Beras, Jombang, Jawa Timur.
Gus Dur memimpin PBNU
dari tahun 1982 sampai dengan tahun 1999. Dalam masa jabatan di PBNU, beliau telah
melakukan gerakan-gerakan penting yang membuat NU menjadi organisasi pelopor
gerakan kebangsaan, perdamaian, kemanusiaan, dan tentunya keagamaan, bukan hanya
di tanah air tapi juga di ranah dunia.
Gus Dur
meninggal pada tanggal 30 Desember 2009 dan dimakamkan di Jombang Jawa Timur.
Walaupun Gus Dur telah meninggalkan kita, tetapi pandangan dan pemikiran beliau
tentang keagamaan, kebangsaan, kemanusiaan, akan selalu menjadi panutan, suri
tauladan, inspirasi, dan rujukan bagi bangsa Indonesia khususnya warga
Nahdliyin. Itulah sekilas autobiografi tokoh NU kita.
آخير الكلام , اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ
. والله الموّفق إلى أقوام الطريق
والسَّلاَمُ
عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar